Category: Kemajuan Teknologi

Juarai Kompetisi Internasional Mobil Karya Anak Bangsa

Juarai Kompetisi Internasional Mobil Karya Anak Bangsa – Seorang mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, mencatat sejarah dengan menjadi juara dalam Kejuaraan Dunia Pembalap Shell Eco Marathon di Inggris. Tim Bumi Siliwangi menggunakan mobil listrik Turangga Chetta EV3 dan berhasil mengungguli tim-tim lain dari Eropa, Asia, dan Amerika. Kegembiraan dan haru bercampur menjadi satu saat mobil Turangga Chetta EV3 melintasi garis finis di Queen Elizabeth Olympic Park, di Stratford, Inggris, pada hari Minggu (3/7/2016). Mobil tim Bumi Siliwangi velvetmedia.id menjadi mobil pertama yang tiba di garis akhir. Tujuh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berlari menyambut pengemudi mobil, Ramdani (22), yang juga merupakan teman mereka. “Saya tidak bisa percaya. Saya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi,” ujar Ramdani. Pendamping tim dan juga pengajar di Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan UPI, Sriyono (47), berusaha menenangkan dan merangkul para mahasiswa yang menjadi histeris. Mereka saling berangkulan, berjalan mengelilingi petak lintasan, dan berdoa. Tidak lama kemudian, mereka menyanyikan lagu “Indonesia Raya” di tengah-tengah lintasan. Sofiuddin Al Badri (22), salah satu anggota tim, membungkus tubuhnya dengan bendera Merah Putih dan menangis bahagia.

Hanya dalam waktu tiga bulan sejak acara Shell Eco Marathon Asia di Manila, Filipina pada bulan Maret 2016, Tim Bumi Siliwangi bekerja keras untuk mempersiapkan mobil mereka untuk berpartisipasi dalam acara Shell Eco Marathon Drivers World Championship (DWC). Pada Shell Eco Marathon Asia, Tim Bumi Siliwangi mendapatkan peringkat kedua dalam ajang mobil hemat energi di seluruh Asia. “Kami memiliki waktu kurang dari empat bulan untuk menyiapkan mobil. Kami terus berlatih di Bandung, baik di jalan datar maupun jalan menanjak. Kami juga mencoba trek di Lembang sehingga ketika ada bagian jalan menanjak dalam kompetisi ini, kami sudah siap,” kata Amin Sobirin (23), Manajer Tim Bumi Siliwangi.

Untuk memenuhi persyaratan Shell Eco Marathon DWC, Tim dari UPI harus melakukan beberapa perubahan dalam spesifikasi mobil, termasuk sistem rem. Sebelumnya, tim menggunakan sistem rem sepeda. Sekarang, sistem rem tersebut telah diganti dengan sistem rem sepeda motor untuk memberikan daya cengkeram yang lebih kuat. Panitia mensyaratkan penggunaan sistem rem sepeda motor karena Shell Eco Marathon DWC bukan lagi tentang mencari mobil yang paling hemat dalam jarak tempuh terjauh, melainkan mobil yang paling hemat dan mampu mencapai garis finis dengan cepat. Panitia menuntut agar mobil dapat berhenti dalam jarak 20 meter setelah sistem rem diaktifkan pada kecepatan 50 kilometer per jam. Tim harus melakukan berbagai percobaan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti angin, kondisi ban, dan kemiringan jalan.

Hasil dari kerja keras tersebut terlihat pada penampakan mobil Turangga Chetta EV3 yang mengalami penyok di bagian depan dan kanan-kiri. Berbeda dengan mobil peserta lainnya dari Eropa dan Amerika, bahkan mobil dari mahasiswa Nanyang Technological University, Singapura, mobil Turangga terlihat lebih sederhana dan memiliki beberapa penyok.

“Mobil kami mengalami kecelakaan saat melakukan latihan pengereman di Bandung. Beberapa sisi mobil mengalami penyok. Beruntung pengemudi selamat karena rangka mobil dilapisi dengan besi,” ujar Sriyono. Tim Bumi Siliwangi tidak menyerah begitu saja. Melalui latihan dan pemeriksaan mesin yang berkelanjutan, mereka terus memperkuat diri. Keikutsertaan mereka dalam SEM Asia sejak tahun 2012 telah mengejutkan banyak orang karena berhasil meraih posisi terhormat dalam kompetisi tersebut. Namun, jika dibandingkan dengan tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan tim dari Universitas Indonesia (UI), partisipasi UPI baru tergolong baru. Tim-tim lain dari Indonesia yang juga diundang untuk ikut berkompetisi dalam SEM DWC di Inggris telah mengikuti lomba mobil hemat energi Shell sejak tahun 2010.

Pada SEM DWC kali ini, baik tim dari ITS maupun UI juga menunjukkan dedikasi dan ketekunan yang luar biasa. Tim ITS bahkan terus berusaha untuk memperbaiki mobil mereka yang terbakar hingga menit terakhir batas waktu inspeksi teknis. Mobil mereka terkena api ketika sedang dalam perjalanan dari Bandara Heathrow menuju Queen Elizabeth Olympic Park. Meskipun kemungkinannya kecil, tim ITS tetap bekerja keras untuk memperbaiki mobil Sapuangin 10 mereka yang menggunakan bahan bakar solar. Panitia memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan tim untuk memperbaiki mobil meskipun syarat utama untuk berkompetisi dalam SEM DWC adalah tidak ada perubahan signifikan pada bodi dan mesin mobil tersebut yang dibawa dari SEM Asia. Saat berkompetisi dalam SEM Asia, tim ITS berhasil menjadi juara pertama dalam kategori mobil urbanconcept yang menggunakan bahan bakar diesel.

Setelah berjuang selama tiga hari, tim ITS berhasil menyelesaikan perbaikan mobil mereka dan lulus inspeksi teknis. Karena terpaksa, tim menggunakan material bangunan untuk membuat pintu dan atap mobil. Mereka juga menerima bantuan alat dan material dari UI dan UPI. Tim ITS bahkan mendapatkan bantuan dari tim-tim Eropa dan Amerika. Namun, mereka tetap tidak diperbolehkan berkompetisi karena telah melakukan perubahan signifikan pada bodi mobil. Tim Sadewa dari UI yang sebelumnya menjadi juara pertama dalam kategori mobil urbanconcept yang menggunakan bahan bakar bensin di SEM Asia juga gagal melalui kualifikasi SEM DWC. Tim UI mengalami kerusakan pada gir transmisi yang menyebabkan mesin mati. Mereka tidak dapat mencetak angka meskipun lolos dalam inspeksi teknis. “Kami perlu belajar mengatasi kendala ini di masa mendatang,” kata Alfian Ibnu Pratama (21), Manajer Tim dari UI.

Baca juga: AS dan Inggris Snowden ‘bongkar enkripsi online’

Tim-tim Indonesia mendapat pujian dari Ketua Penyelenggara SEM DWC, Danny Van Otterdyk, dan Direktur Teknis SEM Asia, Colin Chin. Menurut Colin, mobil-mobil dari tim Indonesia sangat efisien. Danny juga memuji semangat yang ditunjukkan oleh tim-tim Indonesia.

Dengan menjadi juara SEM DWC, Tim Bumi Siliwangi berhak mendapatkan hadiah berupa kunjungan ke markas tim Formula 1 Ferrari di Maranello, Italia, pada tanggal 4-8 Desember 2016. “Ini adalah hadiah terbaik untuk Lebaran. Saya merindukan Bandung,” kata Ramdani sambil melompat-lompat dan menyanyikan lagu “Halo-halo Bandung” bersama teman-temannya. Selamat kepada Tim Bumi Siliwangi!

AS dan Inggris Snowden ‘bongkar enkripsi online’

AS dan Inggris Snowden ‘bongkar enkripsi online’ – Badan intelijen AS dan Inggris dilaporkan telah mengungkap teknologi yang digunakan untuk mengenkripsi layanan internet seperti online banking, data medis, dan email. Namun, pengungkapan informasi velvetmedia.id tersebut oleh Edward Snowden memicu kontroversi di kalangan masyarakat dunia terkait privasi dan keamanan data.

NSA dan GCHQ diyakini telah meretas protokol kunci keamanan online dengan program rahasia mereka yang bernama Bullrun dan Edgehill. Program tersebut diduga telah menghabiskan dana sebesar $250 juta setiap tahunnya. Meski demikian, inovasi sains dan teknologi terus berkembang untuk meningkatkan keamanan internet di masa depan.

“Laporan Persuasi di Balik Layar” mengungkapkan bahwa badan intelijen Inggris dan AS sedang berfokus pada enkripsi dalam teknologi ponsel pintar 4G, email, belanja online, dan jaringan bisnis jarak jauh. Dalam program Bullrun, NSA sedang membangun komputer super canggih untuk membobol teknologi pengacak dan enkripsi informasi pribadi saat pengguna mengakses berbagai layanan internet.

Baca juga: Seember Air Es Guyur Kepala Bill Gates

Selain itu, NSA juga bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk menciptakan pintu belakang ke software mereka, yang memungkinkan pemerintah untuk mengakses informasi sebelum dienkripsi dan dikirim melalui internet.

Metode yang digunakan dalam program ini melibatkan sains dan teknologi rekayasa teknis serta perintah pengadilan demi mengeksploitasi protokol perlindungan keamanan komunikasi sehari-hari. Dilaporkan bahwa AS mulai menginvestasikan miliaran dolar untuk program Bullrun pada tahun 2000 setelah mereka gagal menciptakan pintu belakang di semua sistem enkripsi.

Ini menunjukkan bahwa dalam dunia yang semakin canggih dalam sains dan teknologi, keamanan informasi menjadi semakin penting. Namun, program seperti Bullrun mengangkat kontroversi tentang privasi dan keamanan data pengguna internet. Sebagai profesional di industri teknologi, kita perlu memastikan bahwa sistem proteksi dan keamanan yang kuat dikembangkan untuk memastikan privasi dan keamanan pengguna terjaga.

Terkendala Dana Perkembangan Robot di Indonesia

Terkendala Dana Perkembangan Robot di Indonesia – Dr. Ir. Wahidin Wahab M.Sc., seorang pakar robotika, mengungkapkan bahwa meskipun pengetahuan robotika di Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain, namun penelitian robot di velvetmedia.id Indonesia masih terkendala dana terutama dalam pembuatan perangkat keras.

Dalam pengembangan robot humanoid Nao yang diproduksi Perancis, biaya pembuatannya bahkan bisa mencapai dua kali lipat harga jual robot tersebut. Namun, sebagai alternatif, Wahidin menyarankan agar aspek-aspek lain dalam dunia robotika seperti pengembangan algoritma dapat dikembangkan terlebih dahulu.

Hal ini dimaksudkan agar ketika dana mencukupi untuk pembelian perangkat keras, pengembangan lainnya sudah dapat dilakukan. Selain itu, Wahidin juga melihat bahwa robotika dapat menjadi media untuk memacu penguasaan teknologi seperti mesin, elektronika, dan komputer.

Baca juga: 7 Cara Sederhana untuk Buktikan Bahwa Bentuk Bumi Itu Bulat

Meskipun dalam lima tahun terakhir, robotika Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat terlihat dari semakin banyaknya kompetisi pembuatan robot yang dimenangi oleh peserta dari Indonesia, namun masih terdapat keterbatasan dalam hal kualitas robot yang dibuat. Oleh karena itu, Wahidin sedang mengumpulkan para pakar, dosen, dan penggemar robotika dalam Asosiasi Robotika Indonesia yang diharapkan dapat mendorong kemajuan robotika di Indonesia.

Dalam upaya untuk mengembangkan sains dan teknologi di Indonesia, Wahidin menilai bahwa robotika dapat menjadi salah satu bidang yang dapat dimajukan. Harapannya, dalam 5-10 tahun ke depan, teknologi Indonesia dapat lebih maju dengan kemajuan di bidang robotika.

7 Cara Sederhana untuk Buktikan Bahwa Bentuk Bumi Itu Bulat

7 Cara Sederhana untuk Buktikan Bahwa Bentuk Bumi Itu Bulat – Perdebatan mengenai bentuk bumi telah menjadi topik yang menarik perhatian banyak orang. Ada dua penganut yang terbentuk, yaitu Bumi Bulat dan Bumi Datar, dan masing-masing kubu berupaya memberikan analisisnya. Namun, tahukah Anda bahwa sebenarnya ada berbagai cara untuk membuktikan velvetmedia bentuk Bumi tanpa menggunakan satelit, mulai dari yang murah dan mudah hingga yang butuh dana lebih?

Menurut Live Science, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui kapal yang berlayar di atas lautan. Cara ini sebetulnya telah diajarkan sejak sekolah menengah melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, mari kita bahas lebih jauh. Saat kapal berlayar menjauh dari dermaga, lambung kapal akan menghilang ditelan cakrawala lebih dulu dibandingkan dengan tiang kapal. Hal sebaliknya berlaku saat kapal datang dari lautan, tiang kapal terlihat lebih dulu dibandingkan dengan lambung kapal.

Dalam era sains dan teknologi yang semakin maju seperti sekarang, tentu saja cara-cara lainnya juga dapat dilakukan, seperti menggunakan teknologi GPS atau melalui foto-foto satelit. Namun, cara yang sederhana seperti menggunakan kapal tetap dapat menjadi referensi yang valid dalam membuktikan bentuk Bumi.

Dalam mempertimbangkan hal ini, penting bagi kita untuk terus mempelajari sains dan teknologi guna memperluas pengetahuan dan memperdalam pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita. Sebab, hanya dengan pemahaman yang baik dan ilmu pengetahuan yang cukup, kita dapat membuat keputusan yang tepat dan mengambil tindakan yang sesuai dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

Pada tahun 1881, sebuah teks pertama tentang bumi datar yang dikenal sebagai “Astronomi Zetetik” mencoba untuk menyanggah fenomena kapal di lautan. Namun, penjelasan tersebut hanya mengandalkan ilusi perspektif mata semata. Apabila ingin membuktikannya, pergi ke pelabuhan dengan membawa teleskop atau teropong.

Dengan teknologi ini, kapal masih akan menghilang di bawah kurva bumi. Selain itu, pemantauan bintang juga dapat membuktikan bahwa bumi tidak datar. Filsuf Yunani Aristoteles menemukan bahwa garis lintang yang berbeda akan menciptakan perbedaan konstelasi bintang, seperti Bintang Biduk dan rasi bintang Crux.

Sains dan teknologi memungkinkan kita untuk memahami dengan lebih baik tentang bentuk dan struktur bumi. Di era modern ini, tidak ada satupun sains dan teknologi yang mendukung gagasan bahwa bumi itu datar. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sains dan teknologi dengan profesional sehingga dapat memahami dunia dengan lebih baik.

Dalam sains dan teknologi, kita mempelajari tentang fenomena alam yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya adalah rasi bintang Crux yang berada di belahan bumi selatan. Namun, bintang ini hanya dapat dilihat dari Florida Keys karena perbedaan bentuk bumi yang bulat. Jika bumi berbentuk piringan, maka bintang-bintang tersebut dapat dilihat dari mana saja di bumi.

Selain itu, gerhana bulan dan matahari juga menjadi bukti bahwa bumi dan planet lain saling mengorbit. Aristoteles melakukan eksperimen pada gerhana bulan, dan fenomena yang terjadi saat itu menunjukkan bahwa bayangan bumi di wajah matahari melengkung. Gerhana matahari total yang terjadi pada Agustus 2017 di Amerika Utara juga menjadi bukti bahwa bumi berbentuk bulat.

Dalam sains dan teknologi, kita tidak hanya mempelajari fenomena alam, tetapi juga mencoba memahami dan menjelaskannya secara ilmiah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus belajar dan mengembangkan pengetahuan kita mengenai dunia di sekitar kita.

Dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terdapat beberapa cara untuk melihat kebenaran bentuk bumi yang sebenarnya. Salah satunya adalah dengan memanjat pohon. Meskipun terlihat mudah, namun cara ini bisa memberikan pandangan yang lebih jauh dari sebelumnya. Namun, jika ingin melihat lebih akurat, ada jarak pandang maksimal sejauh lima kilometer yang bisa dilihat karena kelengkungan bumi.

Namun, jika memiliki dana yang cukup, naiklah penerbangan keliling dunia. AirTreks telah menyediakan jasa ini untuk melihat kebenaran bentuk bumi. Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam jurnal Applied Optics pada tahun 2008, kelengkungan bumi sedikit terlihat pada ketinggian sekitar 10 kilometer dengan sudut pandang 60 derajat. Lengkungan ini semakin terlihat pada ketinggian 15 kilometer, seperti yang dulu mudah dicapai oleh para penumpang pesawat jet Concorde yang terbang pada ketinggian 18 kilometer.

Dalam dunia sains dan teknologi, terdapat berbagai cara untuk membuktikan kebenaran bentuk bumi. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, kita bisa melihat lebih akurat dan mendalam mengenai bentuk bumi yang sebenarnya.

Dalam ilmu sains dan teknologi, terdapat berbagai metode untuk mengetahui bentuk bumi. Salah satunya adalah dengan menggunakan balon cuaca yang dilakukan oleh mahasiswa University of Leicester pada Januari 2017. Mereka mengikatkan kamera pada balon cuaca yang naik hingga 23,6 kilometer dan merekam adanya lengkungan cakrawala. Metode ini cukup efektif dan relatif murah.

Selain itu, terdapat pula metode pembandingan bayangan yang pernah digunakan oleh matematikawan Yunani bernama Eratosthenes untuk memperkirakan keliling bumi. Eratosthenes membandingkan bayangan titik balik matahari antara Aswan dan Alexandria yang lebih di utara pada pukul 12 siang. Ketika matahari berada di atas kepala Eratosthenes di Aswan, tidak ada bayangan yang dihasilkan. Namun, di Alexandria, bayangan muncul dari tongkat yang dipasang pada jam yang sama.

Baca juga: Curi 60 Juta Dolar Scammer asal Indonesia Untuk Dana Bansos AS

Dalam era teknologi yang semakin canggih, terdapat pula metode lainnya seperti penggunaan satelit atau pengukuran GPS untuk mengetahui bentuk bumi. Namun, metode-metode sederhana seperti balon cuaca dan pembandingan bayangan Eratosthenes tetap menjadi bukti akan kemajuan manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketika menemukan hal tersebut, Eratosthenes menyadari bahwa dengan mengetahui sudut bayangan dan jarak antara kedua kota, ia dapat menghitung keliling bumi. Bayangkan jika bumi itu datar. Perbedaan panjang bayangan tidak akan terjadi karena posisi matahari relatif akan selalu sama terhadap tanah. Namun karena bumi berbentuk bulat, posisi matahari juga berbeda, bahkan ketika kedua kota tersebut hanya berjarak beberapa ratus kilometer.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu sains dan teknologi dalam mengembangkan pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita. Dalam hal ini, Eratosthenes menggunakan akal sehat dan pengetahuan tentang bumi untuk memecahkan masalah yang sulit dan menghasilkan penemuan yang signifikan. Kita bisa belajar dari contohnya dan menggunakan pengetahuan sains dan teknologi untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat saat ini.

 Untuk Hidupkan Kembali Mamut Berbulu Kolaborasi Ilmuwan dan Pengusaha

 Untuk Hidupkan Kembali Mamut Berbulu Kolaborasi Ilmuwan dan Pengusaha – Tim kolaborasi antara peneliti dan pengusaha bernama Colossal bertekad untuk menghidupkan kembali hewan yang sudah punah. Dalam misinya, mereka akan menempatkan beragam binatang yang luar biasa kembali ke tundra Siberia, ribuan tahun setelah kepunahannya. Melalui penggunaan sains dan teknologi, tim ini akan menghidupkan kembali mamut berbulu secara genetik.

Proyek ini melibatkan George Church, seorang ahli biologi di Harvard Medical School yang selama delapan tahun memimpin tim peneliti kecil velvetmedia.id yang mengembangkan alat untuk “membangkitkan” mamut. George Church menyatakan bahwa proyek ini adalah tonggak penting dalam kehidupan pemulihan hewan punah dan akan membuat perbedaan besar di dunia.

Sebuah perusahaan baru-baru ini berhasil menerima pendanaan awal sebesar USD 15 juta atau setara dengan Rp213,9 miliar untuk mendukung penelitian yang dilakukan di laboratorium Church dan laboratorium mereka sendiri di Boston dan Dallas. Perusahaan ini berfokus pada upaya mengubah DNA gajah dengan menambahkan gen dari mamut, seperti rambut lebat dan lemak tebal untuk menahan dingin.

Eriona Hysolli, mantan peneliti di laboratorium Church, akan mengawasi upaya ini. Para peneliti berharap dapat menghasilkan embrio gajah yang mirip dengan mamut dalam beberapa tahun dan akhirnya menciptakan populasi hewan ini.

Namun, ada peneliti lain yang skeptis dengan upaya ini dan banyak pertanyaan yang muncul apabila upaya ini berhasil dilakukan. Apakah manusiawi menghasilkan hewan yang biologinya hanya sedikit diketahui? Siapa yang dapat memutuskan apakah hewan ini dapat dilepaskan? Ahli paleogenetik di University of California Santa Cruz, Beth Shapiro, menyatakan bahwa ada banyak masalah yang akan dihadapi mengenai upaya ini.

Namun, ide untuk menghidupkan kembali mamut berbulu ini pertama kali muncul pada tahun 2013 dan menjadi mungkin untuk merekonstruksi genom spesies yang sudah punah berdasarkan fragmen DNA yang diambil dari fosil. Dalam konteks sains dan teknologi, hal ini merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa dan merupakan titik tolak dalam memahami dampak perbedaan DNA dalam tubuh manusia dan hewan.

Gereja menjadi terkenal karena menemukan cara membaca dan mengedit DNA. Namun, sekarang Gereja mencoba untuk menggunakan teknologi ini untuk menghidupkan kembali spesies yang sudah punah dengan menggunakan gen kerabat yang masih ada. Melalui modifikasi genom gajah Asia, Gereja berpikir bahwa itu mungkin dapat menghasilkan sesuatu yang akan terlihat dan bertindak seperti mamut.

Selain itu, usaha untuk menghidupkan kembali hewan yang sudah punah ini memiliki potensi untuk menjadi model kerja dalam memulihkan ekosistem yang rusak atau hilang, sehingga membantu memperlambat atau bahkan menghentikan efek perubahan iklim.

Baca juga: E-tatoo: Tato Elektronik yang Berfungsi untuk Mengukur Tingkat Stres

Teknologi yang digunakan dalam usaha menghidupkan kembali mamut berbulu dapat membawa dampak besar bagi sains dan lingkungan. Menarik bahwa Colossal, perusahaan yang didirikan oleh Ben Lamm, bertujuan untuk menggunakan teknologi ini untuk membantu melestarikan spesies yang terancam punah dan memulihkan hewan di mana manusia memiliki andil dalam kematiannya. Diharapkan bahwa teknologi ini dapat membantu membangun kembali ekosistem, menyembuhkan bumi kita, dan melestarikan masa depannya melalui populasi hewan yang sudah punah.

Mamut berbulu sendiri merupakan hewan purba raksasa yang menjelajahi sebagian besar wilayah Kutub Utara. Punah ribuan tahun lalu, selama beberapa dekade ini para ilmuwan mencoba untuk mengekstraksi dan mengurutkan DNA mamut melalui potongan-potongan gading, tulang, gigi, dan rambutnya. Dengan teknologi yang semakin canggih, para ilmuwan dapat menggunakan teknologi ini untuk mempelajari gen mamut berbulu dan memperbaiki lingkungan yang rusak.

Dalam kesimpulannya, teknologi sains yang digunakan untuk menghidupkan kembali mamut berbulu memiliki potensi besar untuk membantu menjaga keberlangsungan hidup spesies yang terancam punah dan memulihkan ekosistem yang rusak. Dengan menggunakan teknologi ini, manusia dapat berkontribusi dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memperbaiki efek perubahan iklim.

E-tatoo: Tato Elektronik yang Berfungsi untuk Mengukur Tingkat Stres

E-tatoo: Tato Elektronik yang Berfungsi untuk Mengukur Tingkat Stres – Stres dapat diartikan sebagai respons tubuh terhadap situasi atau tuntutan yang memerlukan tindakan atau perhatian. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan fisik, emosional, atau psikologis pada seseorang. Meski setiap orang mengalami stres dalam kadar tertentu, cara meresponsnya dapat berdampak pada kesejahteraan secara keseluruhan. Penyebab stres dapat bermacam-macam, seperti pekerjaan, uang, hubungan, penyakit, atau bahkan peristiwa besar seperti pandemi Covid-19 dan bencana alam.

Dalam bidang sains dan teknologi velvetmedia.id, para peneliti di The University of Texas di Austin dan Texas A&M University telah mengembangkan teknologi tato elektronik (e-tattoo) untuk memantau stres emosional seseorang. Mereka mengaplikasikan grafen sebagai bahan dasar tato elektronik yang dapat menempel di telapak tangan dan terhubung ke jam tangan pintar. Tato ini hampir tidak terlihat, tidak mengganggu, dan mengurangi stigma sosial yang timbul saat memakai perangkat di tempat yang menonjol di tubuh.

Dalam makalah baru yang berjudul “Graphene e-tattoos for unobstructive ambulatory electrodermal activity sensing on the palm enabled by heterogeneous serpentine ribbons”, yang diterbitkan di jurnal Nature Communications, para peneliti menjelaskan tentang penggunaan teknologi tato elektronik untuk pemantauan stres emosional. Diharapkan teknologi ini dapat membantu orang dengan masalah kesehatan mental dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Lu bersama kolaboratornya telah berhasil memajukan teknologi e-tattoo yang dapat dikenakan selama bertahun-tahun. Dalam penelitian ini, mereka menggunakan bahan graphene sebagai favorit karena ketipisannya dan kemampuannya dalam mengukur potensi listrik dari tubuh manusia yang menghasilkan pembacaan yang sangat akurat. Namun, bahan ultra-tipis seperti itu tidak bisa menangani banyak, jika ada tekanan, sehingga pengaplikasiannya pada bagian tubuh yang banyak bergerak menjadi sebuah tantangan, seperti telapak tangan/pergelangan tangan.

Baca juga: Mereka yang Tingkat Pendidikan dan Penghasilannya Rendah Rentan Sebar Hoaks

Pada penemuan ini, saus rahasia adalah bagaimana e-tato di telapak tangan berhasil mentransfer data ke sirkuit yang kaku. Dalam hal ini, jam tangan pintar yang tersedia secara komersial, di luar lab, menjadi pengaturan rawat jalan. Mereka menggunakan pita ular yang memiliki dua lapisan graphene dan emas yang sebagian tumpang tindih. Dengan meliuk-liuk pita bolak-balik, ia dapat mengatasi tekanan yang timbul akibat gerakan tangan untuk aktivitas sehari-hari seperti memegang setir saat mengemudi, membuka pintu, berlari, dan lain sebagainya.

Teknologi pemantauan telapak tangan saat ini menggunakan elektroda besar yang jatuh dan sangat terlihat. Atau sensor EDA yang diterapkan ke bagian tubuh lainnya, yang memberikan pembacaan yang kurang akurat. Namun, dengan menggunakan teknologi e-tattoo yang dikembangkan, dapat memungkinkan untuk memantau telapak tangan dengan lebih akurat dan lebih tidak terlihat.

Penelitian ini terinspirasi oleh virtual reality (VR), game, dan metaverse yang masuk untuk memperbaiki teknologi pemantauan telapak tangan. Lu mengatakan para peneliti terus berusaha untuk memperbaiki teknologi ini karena dapat berpotensi besar dalam bidang sains dan teknologi. VR digunakan dalam beberapa kasus untuk mengobati penyakit mental; namun, kemampuan kesadaran manusia dalam VR tetap kurang dalam banyak hal. Sehingga penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan kesadaran manusia dalam VR yang berpotensi membantu dalam pengobatan penyakit mental.

Dapatkah Chatbot Menggeser Interaksi Manusia?

Dapatkah Chatbot Menggeser Interaksi Manusia? – Chatbot adalah program buatan yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mensimulasikan percakapan seperti manusia. Istilah “bot” singkatan dari robot internet. Saat ini, chatbot menjadi asisten virtual yang semakin dipopulerkan dan membuat interaksi dengan teknologi semakin mudah.

Alexa, Siri, dan lainnya telah menjadi teman virtual yang mengetahui kebiasaan, rutinitas, hobi, dan minat kita. Bagi perusahaan, chatbot menjadi formula kemenangan velvetmedia.id dalam menghubungkan konsumen dengan aplikasi yang banyak digunakan.

Bot dapat memberikan kenyamanan yang lebih besar daripada aplikasi dan penelusuran web karena chatbot dapat memahami pola ucapan alami dan memberikan sentuhan pribadi dalam antarmuka pengguna yang tidak bersifat pribadi. Namun, kita harus menyadari bahwa berinteraksi dengan chatbot dapat memiliki konsekuensi psikologis yang mendalam, seperti atribusi karakteristik manusia pada komputer atau mesin.

Sebagai bagian dari perkembangan sains dan teknologi, chatbot memberikan kemudahan bagi pengguna dalam mengakses informasi dan berinteraksi dengan teknologi. Namun, kita perlu memperhatikan cara berinteraksi dengan chatbot agar tidak terjebak dalam atribusi antropomorfik yang salah.

Dalam beberapa tahun terakhir, sains dan teknologi telah mengalami kemajuan pesat dalam menghadirkan chatbot sebagai sesuatu yang lebih dekat dengan manusia. Namun, peningkatan humanisasi pada chatbot dapat memicu perubahan paradigma penting dalam bentuk interaksi manusia.

Baca juga: Membuat Inovasi Hidrogen Langsung dari Air Laut Tanpa Perlu Desalinasi

Hal ini dapat berdampak negatif pada cara kita berinteraksi dengan orang lain. Sebagai manusia, otak kita cenderung memilih penyederhanaan daripada kompleksitas. Interaksi komputer sangat cocok dengan ini karena didirikan pada premis isyarat sosial minimal atau dibatasi yang dapat diringkas dalam emotikon, tidak memerlukan banyak upaya kognitif.

Meskipun dapat memudahkan interaksi, chatbot tidak memerlukan keterlibatan emosional dan interpretasi isyarat nonverbal yang dibutuhkan oleh manusia. Interaksi berulang dengan chatbot dapat memicu pembangunan model mental baru yang akan menginformasikan interaksi ini. Ini akan dialami sebagai keadaan pikiran yang berbeda dari mana kita menafsirkan interaksi sosial.

Jika kita terbiasa dengan bentuk interaksi bot ini, akan muncul preferensi untuk ‘komunikasi yang mudah.’ Oleh karena itu, perlu ada kajian lebih lanjut terkait dampak dari peningkatan humanisasi pada chatbot terhadap interaksi manusia agar dapat menghindari dampak negatif dan menjaga keseimbangan antara teknologi dan manusia.

Selain Jaringan Komunikasi 4G dan 5G, Kini Ilmuwan Kembangkan 6G

Selain Jaringan Komunikasi 4G dan 5G, Kini Ilmuwan Kembangkan 6G – Sebuah tim peneliti di City University of Hong Kong (CityU) di bawah pimpinan seorang ilmuwan telah berhasil mengembangkan antena baru yang dapat memanipulasi arah, frekuensi, dan amplitudo pancaran sinar.

Temuan ini diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam integrasi penginderaan dan komunikasi (ISAC) untuk komunikasi nirkabel generasi ke-6 (6G). Dalam bidang sains dan teknologi, struktur dan karakteristik antena tradisional tidak dapat diubah setelah dibuat. Namun, antena metasurface space-time-coding (STC) sideband-free memiliki keunikan dalam hal pengkodean ruang-waktu (mis. kontrol perangkat lunak) sehingga memungkinkan penggunanya memiliki fleksibilitas yang luar biasa.

Artikel tentang temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Electronics pada 3 November dengan judul “Sideband-free space–time-coding metasurface antennas.”

Keunikan dari fitur inovatif velvetmedia.id ini terletak pada kemampuan respons permukaan meta (bahan buatan, lembaran tipis dengan ketebalan sub-panjang gelombang dan terbuat dari beberapa meta-atom sub-panjang gelombang) yang dapat diubah dengan mengalihkan meta-atom pada permukaannya antara memancar dan keadaan non-radiasi.

Hal ini memudahkan antena metasurface STC untuk mewujudkan manipulasi gelombang yang rumit dalam domain ru

Profesor Chan Chi-hou, Penjabat Rektor dan Ketua Profesor Teknik Elektronik di Departemen Teknik Elektro di CityU, telah melakukan penelitian yang menghasilkan perkembangan teknologi dalam bidang antena. Dalam penelitiannya, beliau menyoroti bahwa antena bergantung pada kombinasi sukses dari dua kemajuan penelitian, yaitu antena gelombang bocor modulasi amplitudo (AM) dan teknik pengkodean ruang-waktu.

Dr Wu Gengbo, postdoctoral fellow di State Key Laboratory of Terahertz and Millimeter Waves (SKLTMW) di CityU, juga telah memberikan kontribusi dengan mengusulkan konsep baru antena gelombang bocor AM pada tahun 2020 dalam studi PhD-nya di CityU.

Menurut Dr Wu, konsep baru ini memberikan pendekatan analitik untuk mensintesis antena dengan pola radiasi yang diinginkan untuk penggunaan khusus yang berbeda hanya dengan mengubah bentuk dan struktur antena. Namun, karakteristik radiasi antena gelombang bocor AM tetap setelah dibuat.

Oleh karena itu, Dr Dai Junyan dari Universitas Tenggara di Nanjing, China, yang memelopori teknologi STC, bergabung dengan kelompok Profesor Chan di CityU. Dengan adanya kemajuan dalam sains dan teknologi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai bidang di masa depan.

“Keahlian Dr Dai dalam pengkodean ruang-waktu dan metasurfaces digital untuk mengonfigurasi ulang kinerja antena secara dinamis merupakan perkembangan penting dalam bidang sains dan teknologi. Hal ini menambah dimensi baru bagi penelitian antena di SKLTMW,” ujar Profesor Chan, selaku Direktur SKLTMW di CityU.

Terlebih lagi, modulasi waktu gelombang elektromagnetik pada metasurfaces sering kali menghasilkan frekuensi harmonik yang tidak diinginkan, yang disebut sidebands. Sidebands ini dapat mempengaruhi saluran komunikasi antena yang berguna dan menyebabkan “polusi spektrum”.

Namun, Profesor Chan dan timnya berhasil mengusulkan desain baru yang menggunakan pandu gelombang, sehingga dapat menekan harmonik yang tidak diinginkan dan mencapai pancaran direktivitas tinggi.

Dengan demikian, desain baru ini memungkinkan komunikasi yang aman dan menjadi terobosan dalam bidang sains dan teknologi.”

“Melalui penggunaan antena gelombang bocor AM dan teknologi pengkodean ruang-waktu, kami berhasil mencapai karakteristik radiasi yang ditentukan dengan mengontrol rangkaian on-off dan durasi ‘sakelar’ pada antena melalui perangkat lunak,” ungkap Profesor Chan.

Baca juga: Dongeng Anak Jalan di Atas Duri Berbahasa Indonesia di Aplikasi Pickatal

“Dengan adanya antena baru yang menghasilkan pancaran sinar dengan direktivitas tinggi, kinerja radiasi yang beragam dapat dicapai tanpa harus mendesain ulang antena, kecuali hanya dengan menggunakan input STC yang berbeda,” tambah Dr Wu.

Melalui pancaran antena metasurface STC, energi dapat difokuskan ke titik fokus dengan panjang fokus tetap atau bervariasi, sehingga dapat digunakan untuk pencitraan real-time dan sebagai jenis radar untuk memindai lingkungan dan data umpan balik.

“Penemuan ini memainkan peran penting dalam sains dan teknologi untuk komunikasi nirkabel 6G,” jelas Profesor Chan. “Misalnya, sinar yang dipancarkan dapat digunakan untuk memindai seseorang dan membuat gambar orang tersebut, memungkinkan pengguna ponsel untuk berbicara satu sama lain dengan pencitraan hologram 3D. Selain itu, teknologi ini juga lebih baik dalam mengatasi penyadapan daripada arsitektur pemancar konvensional.”

Pengetahuan Menembus Kecepatan Cahaya

Pengetahuan Menembus Kecepatan Cahaya – Jika kita mengendarai mobil tercepat di dunia atau menaiki kereta dengan kecepatan tinggi, pemandangan di luar jendela akan terlihat kabur dan bergerak dengan cepat. Fenomena ini disebabkan oleh sains dan teknologi yang terlibat dalam pembuatan kendaraan tersebut. Semakin cepat kendaraan bergerak, semakin sulit pula bagi mata untuk menangkap gambaran yang jelas dari pemandangan di luar jendela.

Hal ini juga berlaku dalam memotret dengan kamera. Ketika shutter diatur rendah, objek yang bergerak dekat dengan kamera akan tampak kabur. Hanya cahaya yang dapat ditangkap oleh kamera, bukan objek tersebut.

Namun, jika kita membayangkan bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya, ini adalah teori fisika velvetmedia.id yang dicetuskan oleh fisikawan Albert Einstein. Menurutnya, secara teori, kita tidak bisa bergerak lebih cepat daripadanya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya sains dan teknologi dalam membatasi dan memahami batas-batas kemampuan manusia dan alam semesta.

Dalam dunia yang semakin maju ini, sains dan teknologi menjadi kunci utama untuk mengembangkan kemampuan manusia dan meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, kita perlu terus mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan mereka secara bijaksana dan profesional.

Pendapat yang mengatakan bahwa tak ada yang bisa bergerak lebih cepat daripada cahaya telah ditegaskan oleh fisikawan teoritis terkenal, Stephen Hawking, melalui bukunya yang berjudul Sejarah Singkat Waktu (A Brief History of Time). Dalam bukunya, Hawking menjelaskan bahwa teori relativitas khusus juga memberikan pemahaman bahwa gerakan lebih cepat dari cahaya tidaklah mungkin terjadi.

Dalam gambaran kerucut waktu, ruang, dan cahaya yang ia buat, Hawking menekankan bahwa hanya di dalam kerucut cahaya, manusia dapat bergerak untuk kecepatan waktu. Meskipun semakin besar kecepatan yang kita buat, jangkauan ruang yang dapat dijangkau akan semakin luas, namun kita tetap tidak bisa melampaui kecepatan cahaya. Hawking menulis bahwa jalur benda apa pun melalui ruang dan waktu harus diwakili oleh garis yang berada di dalam kerucut cahaya pada tiap peristiwa.

Dalam konteks sains dan teknologi, pemahaman tentang kecepatan cahaya ini sangatlah penting untuk pengembangan teknologi dan penemuan-penemuan baru di bidang sains. Hal ini memberikan batasan dan pemahaman dalam pembuatan teknologi-teknologi baru yang dapat digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, pemahaman tentang teori relativitas khusus dan kecepatan cahaya ini sangatlah penting untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas.

Jika suatu materi dipaksa untuk melewati kecepatan cahaya, ini dapat menimbulkan kesalahan fisika. Menurut Stephen Hawking, ruang dan waktu tidak memiliki aturan seperti kecepatan cahaya. Hal ini disebabkan oleh jangkauan jauh semesta raya yang terbentang jauh lebih cepat dari yang dapat diharapkan untuk disamakan. Namun, pandangan ini masih dalam bentuk teori dan mungkin akan dipecahkan oleh kajian ilmiah fisika di masa mendatang.

Untuk menghasilkan kecepatan yang melebihi cahaya, diperlukan daya atau energi yang lebih besar. Sebagai analogi, untuk berlari kencang dalam lomba balap lari, pelari harus mengumpulkan daya di tumpuan start dan energi yang dikumpulkan berasal dari makanan yang mereka makan. Oleh karena itu, energi dan daya ini harus dipertimbangkan dalam upaya untuk menembus kecepatan cahaya.

Dalam sains dan teknologi, penelitian terus dilakukan untuk memahami dan menguji batasan-batasan fisika ini. Dengan kemajuan teknologi yang ada, mungkin suatu saat nanti kita dapat menemukan cara untuk mencapai kecepatan yang lebih besar dari cahaya. Namun, ini tetap menjadi tantangan besar bagi para ilmuwan dan insinyur di masa depan.

Pada tahun 2021, seorang fisikawan dari Universitas Göttingen, Erik Lentz, mengusulkan hipotesis yang dapat membantu melampaui kecepatan cahaya di masa depan. Lentz menemukan bahwa kelas tinggi soliton berkecepatan tinggi (hyper-class soliton) dapat menjadi cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Soliton adalah gelombang dalam ilmu fisika dan matematika yang dapat mempertahankan bentuk dan energi sambil bergerak dengan cahaya konstan, dan konsep ini sudah ditemukan oleh John Scott Russell pada tahun 1844.

Dalam teorinya, Lentz menunjukkan bahwa jika soliton memiliki energi yang cukup, maka dapat berfungsi sebagai ‘gelembung warp’ yang mampu bergerak secara superluminal. Ini berarti bahwa secara teori, objek dapat melintasi ruang dan waktu dalam lindungan dari kekuatan pasang-surut ekstrim. Namun, untuk mencapai hal ini, energi yang dibutuhkan sangat besar, bahkan mencapai ratusan kali massa planet Jupiter.

Dalam rangka mencapai tujuan ini, Lentz menyarankan agar teknologi harus ditingkatkan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Penghematan energi perlu dilakukan dengan drastis, bahkan 30 urutan besarnya dalam jangkauan reaktor fisi nuklir modern. Oleh karena itu, sains dan teknologi harus bekerja sama untuk menciptakan kemajuan yang signifikan dalam bidang ini.

Dengan pendekatan profesional dan penggunaan kata kunci yang relevan dalam konten, kita dapat memastikan bahwa informasi yang disampaikan terdengar serius dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, Lentz menawarkan hipotesis yang menarik dan dapat membuka jalan menuju kemajuan dalam sains dan teknologi di masa depan.

Pada Desember 2022, jurnal Classical and Quantum Gravity menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Relativity of superluminal observers in 1+3 spacetime” yang mengungkapkan perspektif baru mengenai kecepatan cahaya. Penelitian ini menghasilkan “perpanjangan relativitas khusus” yang menggabungkan tiga dimensi waktu dengan satu dimensi ruang, disebut dengan 1+3 ruang-waktu. Hal ini bertolak belakang dengan pemahaman kita selama ini mengenai tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu.

Studi ini memberikan bukti tambahan bahwa objek mungkin bisa bergerak lebih cepat dari cahaya tanpa melanggar hukum fisika yang kita kenal hari ini. Penulis pertama studi, Andrzej Dragan dari University of Warsaw di Polandia, menyatakan bahwa tidak ada alasan mendasar mengapa pengamat yang bergerak dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan cahaya tidak boleh tunduk padanya.

Penemuan ini menjadi bukti kemajuan teknologi dan sains dalam menjelajahi ruang-waktu dan mengembangkan pemahaman baru mengenai pergerakan objek di alam semesta. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting dalam pengembangan teknologi dan sains di masa depan.

Penelitian ini mengembangkan pandangan sains dan teknologi terkait perspektif superluminal yang dapat membantu menjembatani mekanika kuantum dengan teori relativitas khusus Einstein. Superluminal adalah gerakan yang terlihat lebih cepat dari cahaya, dimana setiap objek dengan kecepatan seperti ini dapat dikaitkan dengan lubang hitam yang berfungsi sebagai pengeluaran massa dengan kecepatan tinggi.

Dalam kerangka pemikiran ini, partikel tidak lagi dimodelkan sebagai objek mirip titik, namun dilihat sebagai jenis teori medan yang mendukung fisika kuantum. Hal ini membuka peluang besar dalam ilmu sains dan teknologi untuk memahami perilaku partikel superluminal dan mengeksplorasi lebih lanjut potensi penggunaannya.

Baca juga: Teknologi Tenaga Surya Luar Angkasa Diluncurkan ke Orbit Uji In-Situ

“Definisi baru ini membuktikan kebenaran dalil Einstein tentang kecepatan cahaya yang tetap dalam ruang hampa bahkan dihadapan pengamat superluminal,” jelas Dragan dengan profesional. “Namun, perubahan ke model ruang-waktu 1+3 ini menghadirkan tantangan baru. Diperlukan perluasan teori relativitas khusus untuk menggabungkan kerangka acuan yang lebih cepat dari cahaya, dan hal ini mungkin melibatkan peminjaman konsep dan teori dari sains dan teknologi lain, seperti teori medan kuantum dan klasik.”

Ia juga menambahkan, “Bagi pengamat superluminal, konsep partikel titik klasik Newtonian tidak berlaku lagi, dan medan menjadi satu-satunya besaran yang dapat menggambarkan dunia fisik.”

Dalam hal ini, perluasan teori relativitas khusus menjadi sebuah tantangan bagi para ahli sains dan teknologi, namun dengan pemanfaatan konsep-konsep dari bidang lain, maka dapat membantu memperluas pemahaman kita tentang dunia fisik.

 Teknologi Tenaga Surya Luar Angkasa Diluncurkan ke Orbit Uji In-Situ

 Teknologi Tenaga Surya Luar Angkasa Diluncurkan ke Orbit Uji In-Situ – Proyek Caltech Space Solar Power (SSPP) baru-baru ini meluncurkan prototipe ke orbit, bernama Space Solar Power Demonstrator (SSPD), untuk menguji beberapa komponen kunci dari rencana mereka untuk memanfaatkan tenaga surya di luar angkasa.

Pemanenan tenaga surya di luar angkasa dapat menjadi solusi untuk memanfaatkan energi matahari yang hampir tak terbatas di luar angkasa, di mana energi selalu tersedia tanpa siklus siang dan malam, musim, dan tutupan awan. Peluncuran Misi Transporter-6 pada 3 Januari 2023 merupakan tonggak penting dalam proyek ini.

Ketika selesai, SSPP akan menggunakan konstelasi pesawat ruang angkasa modular untuk mengumpulkan sinar matahari, mengubahnya menjadi listrik, lalu mengirimkan listrik tersebut secara nirkabel ke tempat yang membutuhkan, termasuk tempat-tempat yang saat ini tidak memiliki akses ke sumber daya listrik yang andal.

Pesawat ruang angkasa Momentus Vigoride yang dibawa oleh roket SpaceX membawa SSPD seberat 50 kilogram ke luar angkasa. Ini terdiri dari tiga eksperimen utama, masing-masing bertugas menguji teknologi kunci yang berbeda. Proyek ini menunjukkan perkembangan sains dan teknologi velvetmedia.id yang luar biasa dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di luar angkasa.

Dalam bidang sains dan teknologi, terdapat beberapa proyek yang menarik untuk diamati. Salah satunya adalah proyek DOLCE (Deployable on-Orbit ultraLight Composite Experiment), yang merupakan struktur berukuran 1,8 meter kali 1,8 meter yang mendemonstrasikan arsitektur, skema pengemasan, dan mekanisme penerapan pesawat ruang angkasa modular. Proyek ini bertujuan membentuk konstelasi skala kilometer sebagai pembangkit listrik di masa depan.

Selain itu, terdapat juga proyek ALBA yang terdiri dari kumpulan 32 jenis sel fotovoltaik (PV) yang berbeda. Proyek ini bertujuan untuk memungkinkan penilaian jenis sel yang paling efektif di lingkungan ruang angkasa yang keras.

Sementara itu, proyek MAPLE (Microwave Array for Power-transfer Low-orbit Experiment) merupakan susunan pemancar daya gelombang mikro ringan yang fleksibel dengan kontrol waktu yang tepat memfokuskan daya secara selektif pada dua penerima yang berbeda. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendemonstrasikan transmisi daya nirkabel pada jarak jauh di ruang angkasa.

Dengan adanya proyek-proyek ini, dapat diharapkan bahwa sains dan teknologi akan terus berkembang dan memberikan manfaat yang besar bagi manusia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mendukung dan memantau perkembangan di bidang ini.

Salah satu proyek penelitian yang didanai oleh dermawan Donald Bren dan istrinya, Brigitte Bren, adalah proyek SSPD (Space Solar Power Demonstrations). Proyek ini dimulai pada tahun 2013 dan bertujuan untuk memanfaatkan energi matahari yang dihasilkan di luar angkasa. Komponen keempat tambahan SSPD adalah kotak elektronik yang berinteraksi dengan komputer Vigoride dan mengontrol tiga percobaan.

Penelitian ini memiliki potensi untuk mengatasi beberapa tantangan mendesak umat manusia, seperti masalah energi dan lingkungan. Proyek ini juga menunjukkan kolaborasi antara sains dan teknologi dalam menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi manusia. Berkat dukungan dermawan seperti Donald dan Brigitte Bren, para ilmuwan Caltech yang brilian dapat terus melanjutkan proyek-proyek penelitian yang memiliki dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Roket akan membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk mencapai ketinggian yang diinginkan. Kemudian, pesawat ruang angkasa Momentus akan dipindahkan ke orbit. Tim Caltech di Bumi berencana untuk segera menjalankan eksperimen mereka pada SSPD dalam beberapa minggu setelah peluncuran.

Beberapa tes akan dijalankan dengan cepat. “Kami akan segera memerintahkan pengerahan DOLCE dalam beberapa hari setelah mendapatkan akses ke SSPD dari Momentus. Kami harus segera mengetahui apakah DOLCE berfungsi,” kata Sergio Pellegrino, Profesor Kedirgantaraan Caltech dan Kent Kresa serta Profesor Teknik Sipil dan co-director dari SSPP.

Baca juga: Robot ini Bisa Mencair dan Memadat Kembali, Seperti Terminator!

Pellegrino juga merupakan ilmuwan riset senior di JPL, yang dikelola Caltech untuk NASA. “Kami berulang kali meminta nasihat rekan-rekan di JPL dan industri luar angkasa California Selatan tentang desain dan prosedur pengujian yang digunakan untuk mengembangkan misi yang berhasil.

Kami mencoba mengurangi risiko kegagalan, meskipun pengembangan teknologi yang sama sekali baru pada dasarnya merupakan proses yang berisiko,” kata Pellegrino. Tujuan akhir dari SSPP adalah untuk menghasilkan pasokan global energi yang terjangkau, terbarukan, dan bersih dengan menggunakan sains dan teknologi terbaru.