Pengetahuan Menembus Kecepatan Cahaya – Jika kita mengendarai mobil tercepat di dunia atau menaiki kereta dengan kecepatan tinggi, pemandangan di luar jendela akan terlihat kabur dan bergerak dengan cepat. Fenomena ini disebabkan oleh sains dan teknologi yang terlibat dalam pembuatan kendaraan tersebut. Semakin cepat kendaraan bergerak, semakin sulit pula bagi mata untuk menangkap gambaran yang jelas dari pemandangan di luar jendela.

Hal ini juga berlaku dalam memotret dengan kamera. Ketika shutter diatur rendah, objek yang bergerak dekat dengan kamera akan tampak kabur. Hanya cahaya yang dapat ditangkap oleh kamera, bukan objek tersebut.

Namun, jika kita membayangkan bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya, ini adalah teori fisika velvetmedia.id yang dicetuskan oleh fisikawan Albert Einstein. Menurutnya, secara teori, kita tidak bisa bergerak lebih cepat daripadanya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya sains dan teknologi dalam membatasi dan memahami batas-batas kemampuan manusia dan alam semesta.

Dalam dunia yang semakin maju ini, sains dan teknologi menjadi kunci utama untuk mengembangkan kemampuan manusia dan meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, kita perlu terus mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan mereka secara bijaksana dan profesional.

Pendapat yang mengatakan bahwa tak ada yang bisa bergerak lebih cepat daripada cahaya telah ditegaskan oleh fisikawan teoritis terkenal, Stephen Hawking, melalui bukunya yang berjudul Sejarah Singkat Waktu (A Brief History of Time). Dalam bukunya, Hawking menjelaskan bahwa teori relativitas khusus juga memberikan pemahaman bahwa gerakan lebih cepat dari cahaya tidaklah mungkin terjadi.

Dalam gambaran kerucut waktu, ruang, dan cahaya yang ia buat, Hawking menekankan bahwa hanya di dalam kerucut cahaya, manusia dapat bergerak untuk kecepatan waktu. Meskipun semakin besar kecepatan yang kita buat, jangkauan ruang yang dapat dijangkau akan semakin luas, namun kita tetap tidak bisa melampaui kecepatan cahaya. Hawking menulis bahwa jalur benda apa pun melalui ruang dan waktu harus diwakili oleh garis yang berada di dalam kerucut cahaya pada tiap peristiwa.

Dalam konteks sains dan teknologi, pemahaman tentang kecepatan cahaya ini sangatlah penting untuk pengembangan teknologi dan penemuan-penemuan baru di bidang sains. Hal ini memberikan batasan dan pemahaman dalam pembuatan teknologi-teknologi baru yang dapat digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, pemahaman tentang teori relativitas khusus dan kecepatan cahaya ini sangatlah penting untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas.

Jika suatu materi dipaksa untuk melewati kecepatan cahaya, ini dapat menimbulkan kesalahan fisika. Menurut Stephen Hawking, ruang dan waktu tidak memiliki aturan seperti kecepatan cahaya. Hal ini disebabkan oleh jangkauan jauh semesta raya yang terbentang jauh lebih cepat dari yang dapat diharapkan untuk disamakan. Namun, pandangan ini masih dalam bentuk teori dan mungkin akan dipecahkan oleh kajian ilmiah fisika di masa mendatang.

Untuk menghasilkan kecepatan yang melebihi cahaya, diperlukan daya atau energi yang lebih besar. Sebagai analogi, untuk berlari kencang dalam lomba balap lari, pelari harus mengumpulkan daya di tumpuan start dan energi yang dikumpulkan berasal dari makanan yang mereka makan. Oleh karena itu, energi dan daya ini harus dipertimbangkan dalam upaya untuk menembus kecepatan cahaya.

Dalam sains dan teknologi, penelitian terus dilakukan untuk memahami dan menguji batasan-batasan fisika ini. Dengan kemajuan teknologi yang ada, mungkin suatu saat nanti kita dapat menemukan cara untuk mencapai kecepatan yang lebih besar dari cahaya. Namun, ini tetap menjadi tantangan besar bagi para ilmuwan dan insinyur di masa depan.

Pada tahun 2021, seorang fisikawan dari Universitas Göttingen, Erik Lentz, mengusulkan hipotesis yang dapat membantu melampaui kecepatan cahaya di masa depan. Lentz menemukan bahwa kelas tinggi soliton berkecepatan tinggi (hyper-class soliton) dapat menjadi cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Soliton adalah gelombang dalam ilmu fisika dan matematika yang dapat mempertahankan bentuk dan energi sambil bergerak dengan cahaya konstan, dan konsep ini sudah ditemukan oleh John Scott Russell pada tahun 1844.

Dalam teorinya, Lentz menunjukkan bahwa jika soliton memiliki energi yang cukup, maka dapat berfungsi sebagai ‘gelembung warp’ yang mampu bergerak secara superluminal. Ini berarti bahwa secara teori, objek dapat melintasi ruang dan waktu dalam lindungan dari kekuatan pasang-surut ekstrim. Namun, untuk mencapai hal ini, energi yang dibutuhkan sangat besar, bahkan mencapai ratusan kali massa planet Jupiter.

Dalam rangka mencapai tujuan ini, Lentz menyarankan agar teknologi harus ditingkatkan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Penghematan energi perlu dilakukan dengan drastis, bahkan 30 urutan besarnya dalam jangkauan reaktor fisi nuklir modern. Oleh karena itu, sains dan teknologi harus bekerja sama untuk menciptakan kemajuan yang signifikan dalam bidang ini.

Dengan pendekatan profesional dan penggunaan kata kunci yang relevan dalam konten, kita dapat memastikan bahwa informasi yang disampaikan terdengar serius dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, Lentz menawarkan hipotesis yang menarik dan dapat membuka jalan menuju kemajuan dalam sains dan teknologi di masa depan.

Pada Desember 2022, jurnal Classical and Quantum Gravity menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Relativity of superluminal observers in 1+3 spacetime” yang mengungkapkan perspektif baru mengenai kecepatan cahaya. Penelitian ini menghasilkan “perpanjangan relativitas khusus” yang menggabungkan tiga dimensi waktu dengan satu dimensi ruang, disebut dengan 1+3 ruang-waktu. Hal ini bertolak belakang dengan pemahaman kita selama ini mengenai tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu.

Studi ini memberikan bukti tambahan bahwa objek mungkin bisa bergerak lebih cepat dari cahaya tanpa melanggar hukum fisika yang kita kenal hari ini. Penulis pertama studi, Andrzej Dragan dari University of Warsaw di Polandia, menyatakan bahwa tidak ada alasan mendasar mengapa pengamat yang bergerak dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan cahaya tidak boleh tunduk padanya.

Penemuan ini menjadi bukti kemajuan teknologi dan sains dalam menjelajahi ruang-waktu dan mengembangkan pemahaman baru mengenai pergerakan objek di alam semesta. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting dalam pengembangan teknologi dan sains di masa depan.

Penelitian ini mengembangkan pandangan sains dan teknologi terkait perspektif superluminal yang dapat membantu menjembatani mekanika kuantum dengan teori relativitas khusus Einstein. Superluminal adalah gerakan yang terlihat lebih cepat dari cahaya, dimana setiap objek dengan kecepatan seperti ini dapat dikaitkan dengan lubang hitam yang berfungsi sebagai pengeluaran massa dengan kecepatan tinggi.

Dalam kerangka pemikiran ini, partikel tidak lagi dimodelkan sebagai objek mirip titik, namun dilihat sebagai jenis teori medan yang mendukung fisika kuantum. Hal ini membuka peluang besar dalam ilmu sains dan teknologi untuk memahami perilaku partikel superluminal dan mengeksplorasi lebih lanjut potensi penggunaannya.

Baca juga: Teknologi Tenaga Surya Luar Angkasa Diluncurkan ke Orbit Uji In-Situ

“Definisi baru ini membuktikan kebenaran dalil Einstein tentang kecepatan cahaya yang tetap dalam ruang hampa bahkan dihadapan pengamat superluminal,” jelas Dragan dengan profesional. “Namun, perubahan ke model ruang-waktu 1+3 ini menghadirkan tantangan baru. Diperlukan perluasan teori relativitas khusus untuk menggabungkan kerangka acuan yang lebih cepat dari cahaya, dan hal ini mungkin melibatkan peminjaman konsep dan teori dari sains dan teknologi lain, seperti teori medan kuantum dan klasik.”

Ia juga menambahkan, “Bagi pengamat superluminal, konsep partikel titik klasik Newtonian tidak berlaku lagi, dan medan menjadi satu-satunya besaran yang dapat menggambarkan dunia fisik.”

Dalam hal ini, perluasan teori relativitas khusus menjadi sebuah tantangan bagi para ahli sains dan teknologi, namun dengan pemanfaatan konsep-konsep dari bidang lain, maka dapat membantu memperluas pemahaman kita tentang dunia fisik.