Curi 60 Juta Dolar Scammer asal Indonesia Untuk Dana Bansos AS – Dua pelaku penipuan digital asal Indonesia berhasil mencuri dana bantuan sosial Covid-19 senilai 60 juta dolar AS dari pemerintah Amerika Serikat melalui situs palsu. Pelaku menggunakan teknologi dan sains untuk membuat situs yang serupa dengan situs resmi pemerintah AS dan memanfaatkan program Pandemic Unemployment Assistance untuk mencuri data pribadi warga negara AS.

Setelah beroperasi sejak Mei 2020, pelaku akhirnya tertangkap pada tanggal 1 Maret 2021 di Surabaya oleh petugas Siber Distreskrimsus Polda Jatim. Melalui penggunaan software untuk mengirimkan SMS blast ke 20 juta warga negara AS, pelaku berhasil mengecoh sebanyak 30.000 warga negara AS untuk mengisi formulir di situs palsu tersebut. Tindakan pelaku ini merupakan pelanggaran serius dalam dunia sains dan teknologi, dan harus ditindak dengan tegas oleh pihak berwenang.

Sejumlah warga negara Amerika Serikat telah menjadi korban penyalahgunaan data oleh pelaku berinisial S yang saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Data tersebut dikumpulkan oleh SFR dan diserahkan ke S melalui aplikasi WhatsApp dan Telegram.

Tersangka S menggunakan data pribadi velvetmedia.id tersebut untuk meminta bantuan ke pemerintah AS lewat program PUA. Diperkirakan pelaku telah menerima dana senilai 60 juta dolar AS atau sekitar Rp 868 miliar. Dalam kasus ini, sains dan teknologi dapat menjadi solusi untuk mengamankan data pribadi dan mencegah penyalahgunaan data di masa depan.

Penerapan keamanan siber yang kuat dan penggunaan teknologi enkripsi dapat membantu melindungi data pribadi pengguna dari ancaman kejahatan siber. Sebagai warga dunia digital, kita harus menjaga data pribadi kita dengan baik dan selalu waspada terhadap ancaman yang muncul.

Baca juga: Untuk Hidupkan Kembali Mamut Berbulu Kolaborasi Ilmuwan dan Pengusaha

Menurut Farman, MZMSBP memiliki kemampuan untuk membuat situs web palsu. Sementara itu, SFR, seorang lulusan SMK di Jawa Timur, juga terlibat dalam kasus penipuan serupa. Farman mengungkapkan bahwa kedua pelaku menjadi perhatian karena terlibat dalam beberapa kasus penipuan sebelumnya. Polda Jatim bersama Mabes Polri dan FBI telah melakukan penyelidikan selama tiga bulan terkait kasus ini.

Farman menambahkan bahwa Polda Jatim masih melakukan pendalaman dan berkoordinasi dengan FBI karena kasus ini menyangkut warga negara AS. Kasus ini melibatkan teknologi dan sains dalam bidang informasi dan transaksi elektronik. Kedua pelaku dijerat dengan pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

Penyelidik dari Direktorat Reskrimsus Polda Jawa Timur terus mengembangkan kasus ini dan menemukan satu terduga pelaku lagi yang merupakan warga negara asing. Penyelidikan kasus ini melibatkan teknologi dan sains dalam bidang informasi dan transaksi elektronik. Kerja sama antara Polda Jawa Timur dan FBI menunjukkan upaya profesional dalam menangani kasus ini dan sedang menyelidiki potensi keterlibatan sindikat internasional yang lebih luas.